Menampilkan Kekuatan Tradisi pada Pemotretan Prewedding dengan Konsep Adat
[[ 1650322800 * 1000 | amDateFormat: 'll']] | 2,528 kunjunganKeberagaman budaya adalah identitas dasar dari Indonesia. Identitas ini jugalah yang kemudian membuat banyak calon pengantin memilih konsep adat sebagai tema utama di hari pernikahan mereka. Dan untuk mengartikulasikan konsep adat tersebut dalam rangkaian foto prewedding, para calon pengantin pun memercayakannya pada fotografer dan stylist atau penata gaya. Lantas, hal-hal apa sajakah yang sebaiknya dipahami fotografer dan stylist ketika melakukan pemotretan dengan konsep adat? Apa sajakah yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika melakukan pemotretan dengan konsep adat?
Fotografer dan Stylist Harus Paham Pakem Adat
Bagi Rumi Siddharta, mengartikulasikan konsep adat dalam pemotretan pasangan untuk pernikahan tidak hanya fokus pada estetikanya. "Konsep tradisional atau adat adalah narasi tentang kebahagiaan yang diwariskan secara turun temurun. Ini mengapa kita harus menghargai konteks dan akar budaya, karena akan menjadi negatif kalau hanya menjadi sekadar apresiasi budaya tanpa konteks," ujarnya kepada Bridestory beberapa waktu lalu.
Rumi Siddharta adalah fotografer dan juga stylist yang sering kali diminta para calon pengantin untuk melakukan pemotretan konsep adat. Bagi Rumi secara pribadi, tradisi adat sangat erat kaitannya dengan pakem-pakem, maka sebaiknya fotografer dan stylist memiliki pemahaman yang mendalam akan hal ini ketika menampilkan foto pasangan dalam konteks tradisional.
Sejumlah pakem klasik dalam konteks adat salah satunya adalah menempatkan pasangan pengantin sebagai raja dan ratu. Pada masa lampau, fotografer biasanya mengarahkan melalui bahasa tubuh yang formal, tidak ada senyum lebar atau tingling tanpa pose pelukan atau konteks romantisme. "Karena secara tradisi, raja dan ratu diperlakukan secara divine dan elegan," imbuh Rumi yang belakangan juga aktif menggelar Kelas OmRum secara daring membicarakan tentang budaya Indonesia dan dunia kepada anak-anak muda.
Sedangkan untuk stylist, menurut Rumi pemahamannya tentang pakem budaya harus lebih mendalam lagi. "Harus benar-benar tahu history-nya." Mengapa? Karena pakaian tradisional selalu spesifik menunjukkan latar belakang penggunanya, terutama secara kelas sosial maupun gender. "Dalam tradisi masyarakat adat, pakaian itu hampir seperti kartu identitas, bagaimana orang lain bisa langsung mengenali pemakainya dan oleh karenanya bisa menunjukkan perilaku yang pantas," jelasnya antusias.
Ia kemudian mencontohkan batik Yogyakarta dan Solo dengan batik pesisir dari wilayah seperti Pekalongan dan Lasem, meski secara lokasi masih berada di Jawa Tengah, namun ada perbedaan dalam motif dan pakem pemakaian yang digunakan. Batik Yogyakarta dan Solo masih mengenal hirarki dalam pemakaian, ada batik yang memang hanya dipakai oleh kalangan aristokrat dan pakem hirarki itu masih ketat dijalankan bila kita bertamu ke dalam Keraton sementara batik pesisir karena bermula di kota-kota pelabuhan, penggunaannya lebih bebas dan baik corak maupun warnanya terpengaruh berbagai budaya terutama Tiongkok, Persia, dan Eropa.
Tentu saja fotografer dan stylist kontemporer memiliki visi dan style masing-masing, bila ingin membuat suatu pendekatan yang post-modern dengan memadu padankan unsur adat dengan elemen modern, Rumi mengingatkan agar tetap menempatkan item pakaian pada posisi yang menghormati sumber asalnya. Misalnya saja, sejumlah aksesoris tradisional merupakan simbol atau perwujudan dari sosok Dewata atau Dewi sehingga jangan pernah ditaruh di anggota tubuh yang dianggap kotor atau tabu seperti kaki.
Inilah Do's & Don'ts Pemotretan dengan Konsep Adat
Menurut Rumi setidaknya ada beberapa hal yang bisa dijadikan semacam panduan bagi fotografer dan stylist ketika ingin melakukan pemotretan dengan konsep adat. Pertama adalah, menanyakan kepada klien, konsep adat seperti apa yang diinginkan. "Misalnya klien mau konsep adat Minangkabau, harus ditanya lagi secara spesifik, inginnya yang seperti apa, karena Minangkabau memiliki banyak Nagari dengan corak pakaian pengantinnya masing-masing."
Kedua, baik fotografer maupun stylist harus mengetahui hal-hal apa saja yang tidak boleh dilakukan saat pemotretan di lokasi yang masih menjalankan adat. "Kalau disepakati untuk lokasi pemotretan di desa adat misalnya, pahami apa saja yang dilarang dan diperbolehkan secara adat." Misalnya kurang sopan untuk mengambil foto dengan model yang membelakangi tempat persembahan atau memanjat di tempat yang dianggap sakral walau angle-nya terlihat bagus. "Meski nantinya hasil foto akan ditampilkan di wilayah-wilayah urban yang tradisinya tidak sekuat tempat asalnya, tapi hormatilah bagaimana adat setempat dijalankan ketika foto itu diambil. Intinya di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung."
Yang Dapat Dilakukan untuk Meningkatkan Skill
Jika Anda memilih konsep adat sebagai passion tentu meningkatkan kemampuan atau skill menjadi motor untuk menghasilkan karya-karya. Adapun modal pertama untuk meningkatkan kemampuan tersebut menurut Rumi adalah, "Riset, riset, dan riset!" Karena ketika membicarakan tentang tradisional, menurut Rumi ada begitu banyak metafora dalam setiap unsur budayanya, baik pakaian maupun aksesoris. Jadi akan selalu ada hal-hal baru yang bisa dipelajari. Meskipun kita memiliki latar belakang tradisi tertentu, akan selalu ada saja yang tidak kita ketahui. Ini mengapa riset menjadi pemantik untuk meningkatkan kemampuan memahami dan mengapresiasi.
Kedua adalah mencari inspirasi dari karya visual lainnya. "Banyak cara memperkaya hasil visual foto kita contohnya dengan mengapresiasi film, lukisan, karya grafis lainnya yang idenya bisa membantu menginspirasi." Ditegaskan Rumi, meskipun foto adat memiliki pakem tapi dalam memvisualisasikannya ada begitu banyak ruang untuk dikembangkan. Ketiga adalah, selalu menghormati akar budaya untuk menampilkan kekuatan makna filosofis di baliknya.
Bagi Rumi, kecintaannya pada konsep adat adalah karena ketertarikan personalnya pada cerita kultural dan spirit humanisme yang membentuk setiap elemen visualnya. Terutama pada elemen visual yang ditampilkan pada pakaian adat dengan motif, detail, dan warna-warni semarak bagi Rumi itu semuanya adalah doa yang diselipkan. Maka setiap kali Rumi memasangkan pakaian pengantin adat beserta aksesoris kepada kliennya, ia melihat mereka seperti diselubungi aura hasil doa dari para leluhur. "Bahwa leluhur kita menciptakan ini semua bagi generasi berikutnya karena mereka memikirkan kebahagiaan, kesehatan, dan keberuntungan penerusnya," pungkasnya.
[[comment.account.data.accountable.data.businessName]] [[comment.account.data.accountable.data.fullName]]
[[ comment.content | extractEmoji ]]