8 Istilah dalam Pernikahan Adat Jawa yang Perlu Diketahui
[[ 1656284400 * 1000 | amDateFormat: 'll']] | 147k views
Sebagai vendor yang perlu memenuhi kebutuhan klien, Anda juga perlu mengetahui sebelumnya istilah-istilah yang mendefinisikan detail kebutuhan pernikahan. Salah satunya dalam pernikahan yang menggunakan tradisi Jawa, di mana terdapat banyak rangkaian prosesi yang syarat akan makna dan adat istiadat.
Berikut adalah beberapa istilah yang perlu Anda kuasai dalam pernikahan adat Jawa:
1. Nontoni
Foto oleh: Imagenic
Sebelum tahap pernikahan mulai dicanangkan, umumnya masyarakat Jawa akan mengawali prosesi dengan melakukan upacara nontoni, yaitu saat di mana pihak congkok (wakil / wali) dari keluarga calon mempelai pria akan melihat dari dekat bagaimana keadaan keluarga dan perempuan yang diincarnya. Proses investigasi rahasia ini pun disebut sebagai dom sumurup ing banyu.
Bila hasil nontoni telah disanggupi oleh calon mempelai pria, maka selanjutnya akan diadakan musyawarah internal mengenai prosesi lamaran sampai ke jenjang pernikahan. Di sinilah kedua calon mempelai nantinya akan dipertemukan agar saling mengenali satu sama lain. Kesimpulannya, nontoni merupakan masa penjajakan atau perkenalan untuk calon pasangan pengantin. Namun, sebenarnya prosesi ini lebih banyak dilakukan pada masyarakat tempo dulu. Karena pada saat itu penyebaran informasi belum semasif zaman sekarang.
2. Meminang
Setelah tahap nontoni, barulah dilangsungkan prosesi pinangan atau yang biasa disebut dengan melamar. Keluarga mempelai pria beserta congkok atau wali nantinya akan berkunjung ke kediaman keluarga calon mempelai wanita dengan maksud untuk meminang. Jika sudah mendapat persetujuan, maka pihak wali akan melakukan ngebunebun esuk atau pemufakatan lebih lanjut, termasuk mengenai tanggal yang tepat untuk melangsungkan acara pernikahan.
3. Peningset
Peningset adalah sebagian dari seserahan yang diberikan oleh calon mempelai pria kepada calon mempelai wanitanya. Dalam adat Jawa, biasanya peningset diberikan dalam bentuk yang beraneka ragam, mulai dari satu set daun suruh ayu, beberapa helai kain jarik dengan motif yang berbeda, bahan kebaya, ikat pinggang stagen, buah-buahan, hingga sembako untuk kebutuhan sehari-hari (umumnya berupa beras, minyak, ketan, wajik, atau jadah).
Selain barang-barang tersebut, momen penyerahan peningset juga kerap dibarengi dengan cincin kawin serta uang tunai untuk kebutuhan perayaan pesta pernikahan. Biasanya, momen seserahan ini akan dilakukan pada malam sebelum akad nikah. Peningset menjadi sebuah simbol keseriusan dari pihak laki-laki untuk mempersunting sang perempuan.
4. Pingitan
Foto Oleh: Morden
Pingitan menjadi sebuah tradisi dalam pernikahan adat Jawa yang tidak boleh dilewatkan. Pasalnya, tepat di 40 hari menjelang perhelatan akad nikah, calon mempelai wanita tidak diperkenankan untuk bepergian ke luar rumah, termasuk menemui sang calon suami. Namun seiring berjalannya waktu, banyak dari calon pengantin yang pada akhirnya merasa keberatan akan peraturan tersebut. Alhasil, kini rentang waktu pingitan hanya berlangsung sekitar 2-1 minggu saja hingga tibanya hari pernikahan.
Meski demikian, pingitan sebenarnya memiliki banyak sekali manfaat untuk calon pengantin Jawa, mulai dari upaya menghindari konflik menjelang pernikahan, menumbuhkan rasa rindu antar kedua pasangan, hingga belajar bagaimana caranya membangun kepercayaan satu sama lain.
5. Siraman
Foto Oleh: ThePotoMoto
Salah satu tradisi yang paling menonjol dalam sebuah pernikahan adat Jawa adalah siraman. Tahap ini umumnya dilakukan pada saat 1 hari menjelang akad nikah dilangsungkan. Tak kalah dengan sederet prosesi lainnya, siraman juga menyimpan filosofi yang mendalam bagi masyarakat keturunan Jawa, yaitu sebagai simbol pembersihan diri dari segala hal negatif yang kemungkinan melekat pada calon mempelai wanita. Prosesi siraman diawali dengan sungkeman kepada kedua orang tua, yang kemudian dilanjutkan dengan tahap siraman, pemecahan kendi, potong rikmo (rambut), hingga bopongan (momen seorang ayah yang menggendong calon mempelai wanita menuju kamar).
6. Midodareni
Malam harinya, usai prosesi siraman dilangsungkan, terdapat sebuah rangkaian upacara yang dinamakan midodareni, yaitu momen di mana calon mempelai pria beserta keluarga besarnya mengunjungi kediaman calon mempelai perempuan sambil membawa hantaran atau seserahan. Midodareni juga kerap disebut dengan malam 'pangarip-arip'—yang berarti malam lajang terakhir untuk kedua calon pengantin. Meski biasanya upacara midodareni dilangsungkan cukup meriah, nyatanya calon pengantin wanita tidak diperkenankan untuk menunjukkan diri. Ia tetap harus dipingit hingga hari pernikahan tiba.
7. Panggih
Setelah prosesi akad nikah, tibalah saatnya upacara panggih sebagai rangkaian adat yang wajib dilakukan. Panggih dalam bahasa Jawa artinya bertemu. Prosesi ini adalah bentuk 'pertemuan' antara mempelai pria dan wanita yang telah dipersatukan ke dalam ikatan suci pernikahan. Ada sejumlah ritual yang perlu dilewati oleh pasangan pengantin dalam upacara panggih, yaitu sebagai berikut:
- Penyerahan pisang raja oleh mempelai pria
- Balangan Gantal (pelemparan balangan atau daun sirih yang diikat dengan benang putih oleh kedua mempelai)
- Ngidak Tigan (penginjakkan sebutir telur oleh mempelai pria sebagai harapan untuk mendapat keturunan)
- Pembasuhan kaki suami oleh sang istri sebagai wujud bakti dan kasih sayang
- Bobot Timbang (kedua mempelai duduk di pangkuan ayah dari pengantin wanita, ini diartikan bahwa keduanya adalah pasangan yang sepadan)
- Kacar Kucur (mengucurkan uang logam, biji-bijian, dan beras kepada sang istri, ini merupakan simbol tanggung jawab sebagai kepala keluarga)
- Dulangan (kegiatan suap-menyuap nasi kuning ataupun lauk pauk, ini memberi makna agar kedua pengantin dapat saling memberikan cinta hingga mau memisahkan)
8. Ngunduh Mantu
Foto Oleh: Venema Pictures
Usai dilangsungkannya akad nikah, bukan berarti seluruh rangkaian upacara pernikahan Jawa berakhir begitu saja. Masih ada upacara ngunduh mantu yang umumnya digelar tepat di 5 hari setelah hari pernikahan usai. Ngunduh artinya panen atau memanen, sementara mantu diartikan sebagai menantu. Pada prosesi ngunduh mantu, pihak orang tua dari pengantin pria lah yang akan menjadi tuan rumahnya. Mereka secara khusus akan mengundang seluruh sanak saudara guna memperkenalkan sang menantu sebagai anggota keluarga baru dari pihak mempelai pria. Meski upacara ngunduh mantu tidak diwajibkan, rupanya banyak dari calon pengantin Jawa yang tetap ingin melaksanakannya sebagai bentuk pelestarian budaya.
[[comment.account.data.accountable.data.businessName]] [[comment.account.data.accountable.data.fullName]]
[[ comment.content | extractEmoji ]]